Rasa dan Lara 65 Tahun Umur GMNI

Logo GMNI
Sabtu, 23 maret 2019 GMNI genap berumur 65 tahun. Tentu umur yang matang bagi bila kita analogikan dengan umur manusia. Rasa bangga disematkan setiap kader GMNI karena 65 tahun sosialisme Indonesia dirasa masih berjalan, akan tetapi apa peran selama 65 tahun itu. Masyarakat masih belum bisa berdikari dan kemana para marhaenis itu berjalan?

Di era digitali ini, paham sosialisme semakin terpuruk terutama kader GMNI yg masih memagang teguh pendirian tersebut. Organisasi yang terlahir sejak tahun 1954 itu, kini sudah cukup tua bila diibaratkan peribahasa jawa, umur 65 tahun itu masuk dalam tataran sewidak yang berarti sejatine wis wayahe tindak (sesungguhnya sudah saatnya pergi) mungkin pribahasa itu yang mengguncangkan isi kepala para marhaenis, karena 65 tahun berjalannya sebuah organisasi dengan pemikiran marhaenisme belum bisa berbuat apa-apa dalam kancah nasional, belum lagi pesatnya era industrial dan lemah nya sebuah perjuangan menjadi problem yang terus menghinggapi sayap perjuangan GMNI.

Sementara, lahan-lahan kosong semakin hari semakin terisi, akan tetapi GMNI masih belum bisa hadir untuk mengisi kekosongan tersebut. Egoisme dari masing-masing individu itu yang secara tidak langsung menggugurkan kesempatan itu. Maka. butuh sebuah konsepsi untuk menangani hal tersebut. Kader-kader GMNI mempunyai peranan khusus karena kader yang menggerakan sebuah roda organisasi, peranan khusus bukan hanya menghidupi organisasi, tapi juga menghidupi isi kepala masing-masing kader sehingga menelurkan sebuah gagasan yang relevan untuk menghiasi langkah gerak sebagai wadah para pengawal visi kebangsaan.

Bukan hanya diskusi yang kita perlukan pada saat ini, akan tetapi fakta lapanganpun harus bisa dikuasai supaya ada sinkronisasi dalam sebuah perjuangan. Mengutip kalimat yang pernah disampaikan Bung Karno, "Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam," Penerapan pejuang pemikir-pemikir pejuang tentu sangat dibutuhkan ketika kita menginginkan sebuah mutiara supaya dalam bergerak tidak setengah-setengah. Iya, memang ini bukan merupakan sebuah solusi terbaik pada saat ini, setidaknya bisa mengurangi rasa lara yang setiap detik mengancam diri kita.

*Tulisan oleh Bung Tomi, DPK Upgris Semarang

Komentar